Senin, 24 September 2012

Göttingen, dari Sudut Pandangku

Author: Ditdit Nugeraha Utama
Document was Supported by: it'sallaboutmindset management
@Göttingen, Germany

Bismillah...
Salah Satu Perempatan di Pusat Kota Göttingen
(source: it'sallaboutmindset management) 
Beberapa minggu dan hari-hari terakhir ini, aku tinggal di kota pelajar Göttingen; kota yang tampak resik; kota yang jauh dari keramaian dan hingar bingar suara tak karuan. Berada di kota ini, aku merasakan seperti hari raya Idul Fitri - di beberapa kompleks perumahan Jakarta - saja tiap harinya, sepi. Bahkan, kalau aku berjalan - menelusuri trotoar - sehabis pulang dari kampus atau sekedar hanging out, suara daun atau ranting kering yang terinjak langkah kakiku; suara putaran roda atau rantai sepeda yang orang-orang kayuh; suara geretan koper yang ditarik orang untuk pindah tempat tinggal atau pergi ke waschsalon (tampat cuci); atau samar-samar suara senda dan gurau serta tertawaan anak kecil yang keluar dari salah satu wohnung (rumah); sangat terdengar jelas di telinga ini; saking sunyi dan senyapnya kota ini. Bahkan - pula, jika di hari Sabtu atau Minggu, dimana sebagian pertokoan tutup - kecuali beberapa resto, kota ini jelas sekali seperti kota mati tanpa kehidupan; diam tanpa denyut nadi; hanya hilir mudiknya orang-orang bersepeda, dan lalu lalangnya orang yang berjalan kaki serta konsentrasinya sebagian orang yang sedang asyik masyuk membaca buku di taman-taman kota saja, yang dapat menunjukkan bahwa kota ini berpenghuni, bahwa kota ini adalah hidup dan berdenyut nadi.

Kembali aku bersyukur - teramat dalam - kepada ALLAH, atas didamparkannya aku di city of education ini; kembali aku berucap Alhamdulillah - segala puji bagi ALLAH - tanpa henti, karena ALLAH memberikan kesempatan (lagi dan lagi) kepadaku, untuk dapat mentadaburi sebagian belahan sisi bumiNYA yang lain; kuyakin ini semua ada di dalam genggaman suci rencanaNYA. Terima kasihku ya ALLAH, terima kasih - tanpa hitung - kupanjatkan padaMU ya Rabb...

Mungkin masih banyak kota lain seperti ini yang telah dijumpai dan dikunjungi, namun pada guratan pena kali ini, aku ingin sekali berbagi sedikit penggalan cerita fakir tentang kota yang bernama Göttingen ini. Mungkin juga sudah banyak orang yang telah bercerita lengkap tentang Göttingen, tapi kali ini, inilah sebuah kilas kata mengenai Göttingen dari sudut pandangku, from my point of view.

Salah Satu Jalan Utama Menuju Göttingen University
 (source: it'sallaboutmindset management)

Mengapa ALLAH menisbatkan kita untuk menjadi khalifah di muka bumi (Q.S. A-Baqarah: 30)? Seorang Khalifah, yang bukan hanya bagi diri sendiri atau bagi keluarga saja; namun khalifah bagi semua insan dan kehidupan di muka bumi ini. Mengapa ALLAH mengajak dan memerintahkan kita untuk menjadi terbaik bagi alam? Padahal ALLAH maha kuasa atas segala. Pada semua pemberian ALLAH yang sangat luar biasa ini; pada semua curahan ALLAH dalam bentuk rahmat beserta rejeki tanpa henti - yang berbentuk tanah, air dan udara beserta segala jenis isi yang terkandung di dalamnya - ini; pada tetasan embun, sinar matahari, aliran air dan hembusan angin ini; secara alamiah akan menuju ketidakseimbangan - karena ulah manusia itu sendiri; secara natural akan menuju pada kehancuran dan ke arah kenegatifan nilai - karena kebodohan penanggung jawab bumi itu sendiri. Oleh karena itu, mengapa ALLAH memberikan peran - dalam bentuk perintah dan titah - kepada manusia untuk terlibat langsung di dalam pengurusan semuanya, sebagai bentuk pengabdian, sesembahan dan ibadah kepada Zat Yang Maha Kuasa atas segala (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).

Tidak mungkin kota ini menjadi kota seperti ini, kota yang penuh dengan sentuhan peradaban manusia berbudaya; tanpa ada sekelompok manusia yang pernah hidup - bisa jadi sampai sekarang - yang telah membangun, membuat dan menjaga kota menjadi seperti ini. Tidak mungkin hasil ulah manusia ini adalah ulah yang tanpa aturan dan skenario; pastilah perlu sebuah perencanaan matang untuk merealisasikannya. Sangat tidak masuk akal jika gedung, taman, jalan dan infrastruktur lainnya menjadi sangat tertata rapi dan nyaman dipandang mata ini, tegak dengan sendirinya; pastilah ada tangan-tangan handal yang menegakkannya. Tidak mungkin pula para penduduknya menjadi sadar akan disiplin tinggi dan sangat menghargai sesama, kalau ini pun tanpa skenario; pastilah di belakang itu semua ada sebuah aturan, tata kelola dan kepahaman yang telah diterapkan dengan punish dan reward yang tidak salah kaprah serta tepat pandang.

Salah Satu Jalan Utama di Göttingen
 (source: it'sallaboutmindset management)

Jadilah kota ini kota yang hijau, bagi orang yang sangat menghargai keindahan. Jadilah kota ini kota yang bersahabat, bagi orang yang menyukai kedamaian. Jadilah kota ini kota yang beraroma bau tanah lembut, bagi orang yang menghargai kesehatan. Jadilah kota ini kota yang selalu berjabat tangan erat, dengan orang yang selalu mau menjadikan kotanya menjadi tempat yang nyaman dan asri. Jadilah kota ini kota yang tersenyum lebar, kepada orang-orang yang memang selalu mau mensodaqohkan senyumnya bagi sesama. Jadilah kota ini kota yang selalu memberikan kesegaran udaranya, bagi orang-orang yang memang sadar akan bahayanya polusi udara. Jadilah kota ini kota yang membuat binatang-binatangnya dan burung-burungnya dekat sekali dengan penghuni kotanya, menghampiri para penduduknya; yaitu penduduk yang - sadar atau tanpa sadar - tidak pernah mengusik binatang-binatang dan burung-burung tersebut dengan ulah-ulah dungu tak berilmu. Jadilah kota ini kota yang selalu menjadi inspirasi jernih, bagi para pemimpinnya yang selalu ikhlas dan mau mendedikasikan segala daya dan upayanya bagi kebanyakan orang. Jadilah kota Göttingen ini menjadi kota yang seperti ini, yang hadir bagi orang-orang - baik penduduk asli maupun pendatang - yang memang sadar bahwa kota harus diurus dengan seksama, diatur dengan penuh tanggung jawab, dijaga dengan sangat arif dan ditata kelola dengan sangat bijak, jujur dan penuh perhitungan, berdasarkan ilmu yang terealisasikan dengan sangat benar.

Inilah Göttingen, sebuah kota yang terceritakan dari sudut pandangku...

Alhamdulillah...

Jumat, 14 September 2012

Menuju Dream Land

@Göttingen, Germany

Bismillah...
Frankfurt - Memulai Perjalanan
Kalau ingin jujur, bukan ini keinginanku; kalau boleh berterus terang, aku tidak berharap apa-apa atas perjalanan hidup  dan berkehidupanku di atas permukaan bumi ini; kalau mau mengakui, bukan ini cita-cita luhurku; sebuah kesempatan menjadi orang yang mampu memberikan sedikit kebaikan dan sekecil pemberian kepada orang lain saja, adalah sebuah anugrah yang teramat besar yang telah aku terima dari ALLAH, Zat Maha Besar, yang kadang mungkin aku lupa untuk memaksimalkan rasa syukurku. Namun, bagaimana pun perjalanan kehidupan ini harus terus berjalan dan bergerak. Berjalan dan bergerak ke arah yang sama sekali tidak mampu kita prediksi. Berjalan dan bergerak ke arah yang tentunya terbaik buat kita. Semua rencana pun akan buyar tanpa arti, ketika ALLAH berkehendak lain. Perjalanan kehidupan ini dapat diibaratkan seperti berputarnya roda kayu pada pedati, berotasinya bumi fana ini pada porosnya, atau berputarnya jutaan manusia pilihan ALLAH yang berta'waf pada pusat keagungan ka'bah.

Frankfurt - Menghalau Suhu Dingin
Aku hanya berusaha untuk memaksimalkan semua usaha atas perjalanan dan peran yang telah ALLAH pilihkan. Aku hanya ingin menunjukkan kepada yang Mpunya jagat, bahwa usaha optimalku adalah bentuk implementasi syukurku atas keindahan, barokah dan rahmat yang tiap mili detiknya tidak pernah lepas dariku. Akhirnya, ALLAH menghadirkan perjalanan kehidupanku yang berbeda; ALLAH memberikan perjalanan kehidupanku pada sebuah keharusan memilih yang teramat berat; bukan pemilihan antara suka dan tidak suka, namun pemilihan antara harus atau musti. Sekembalinya aku dari timbaan ilmu lima tahunku - yang tidak gampang - ke area ibadah yang telah aku rencanakan dengan berbagai rencana besarku, harus aku ubah haluannya. Ketika itu terjadi, aku hanya  harus memilih atas sebuah ke'harus'an dengan ke'musti'an. Walau akhirnya aku pun - harus - terima sebagai sebuah konsekuensi perjuangan atas apa yang aku genggam sebagai sebuah kebenaran selama ini - dan bismillah akan terus aku pegang selama ALLAH berkehendak.

Goettingen - Bergaya di depan
Kampus
Selepas penerbanganku yang memakan waktu 16 jam, yang membawa aku menjauh ribuan kilometer dari kampung halamanku; akhirnya aku didamparkan - diterbangkan tepatnya - oleh ALLAH ke sebuah kota; sebuah kota yang sangat sejuk dan asri, tanpa polusi udara dan gaduh kebisingan jalan; sebuah kota yang sangat teratur, baik tata letak atau kedisiplinan tingkat tinggi para penduduknya; sebuah kota yang penuh dengan rerimbunan pohon berwarna hijau; sebuah kota yang sangat tepat disebut sebagai kota pelajar, karena lingkungan dan dukungan infrastruktur memungkinkan kita untuk berlama-lama menikmati bacaan walau ada di tengah-tengan kota atau di sela-sela taman kota; sebuah kota yang orangnya lebih suka bersepeda sebagai alat moda transportasi utama mereka, baik ke kampus, ke pusat pertokoan, atau hanya sekedar melepaskan lelah dari aktivitas seharian; sebuah kota yang jauh dari hingar bingar dan dentum suara-suara huru dan hara yang sangat tidak bermanfaat; Sebuah kota yang dipimpin oleh orang yang benar-benar paham bagaimana cara mengelola kota; sebuah kota yang mengharuskan aku memulai kembali beradaptasi untuk dapat mengarungi hidup dan berkehidupanku, mencari makanan halal, mencari tempat solat atau mencari komunitas muslim; sebuah kota yang benama 'the city of education' Göttingen.

Sekali lagi, aku hanya bersyukur, karena ALLAH tahu apa yang terbaik untukku - dan pasti ini adalah hal terbaik buatku. Aku hanya ingin berusaha memaksimalkan peran, waktu dan kesempatan yang telah ALLAH pilihkan untukku. Semoga, aku bisa berkontribusi besar untuk agama dan negeriku, untuk Islam dan Indonesiaku; walau aku jauh dari siapa dan apa pun, bahkan terjauhkan dari mimpi besarku.

Alhamdulillah...