Sabtu, 12 Oktober 2013

Proses Benar nan Sistemik, Itulah Inti Ibadah…


@Göttingen, Germany

Bismillah…
Kadang menyedihkan, namun aku terus mengikuti perkembangannya. Kadang mendatangkan harapan, namun – setelah itu – hanya dalam sekejap mata kembali sirna. Kadang mendatangkan decak kagum, namun kehandalan dan kekuatan sistem kadang dilupakan pada akhirnya. Namun hari ini, aku bisa tersenyum dan menangis haru; akhirnya momen itu datang juga, akhirnya, usaha optimal dengan cara sistemik yang sangat padu menunjukkan buah hasil yang – luar biasa – manis. Adik-adikku, selamat; semoga ini salah satu cahaya kebangkitan itu. Jangan pernah ragu untuk terus bersujud syukur, ketika goal-goal mampu kamu sarangkan ke gawang musuh; siapa pun itu lawannya. Aku tak hadir langsung di hadapanmu, namun gegap gempita pendukungmu di gelora Bung Karno sangat aku rasakan, walau aku berada jauh ribuan kilometer dari arena perang itu.


Aku mengikuti sangat  tim ini; mengikuti para cikal yang masuk ke dalam kesebelasan Indonesia under 19. Sebuah kesebelasan yang memang dipersiapkan secara sempurna pada ukuran logis akan kesempurnaan usaha manusia; dan memang seperti itulah yang seharusnya dilakukan. Sebuah kesebelasan yang digali dari bibit unggul dari semua pelosok anak negeri dengan keriteria dan indikator yang sangat ketat, yang dicanangkan pelatih tanpa ada titipan politis sedikit pun; dan memang seperti itulah yang seharusnya dilakukan. Kecerdasan, visi, postur, skil, kekuatan fisik dan mental, merupakan sebagian parameter yang dapat diukur untuk menciptakan pemain-pemain yang berkaliber militan dan mumpuni; proses pemulihan fisik dan genjotan mental yang dilakukan tim pelatih secara sistemik, berkala dan berkesinambungan, secara konsisten dan istiqomah, lebih hampir dari 5 tahun; menjaga kualitas asupan gizi makanan dan minuman dengan didampingi para pakar yang paham sekali akan ilmunya, dilakukan dengan sangat seksama dan tepat sasaran; adalah serangkaian hal-hal logis yang memang seharusnya dilakukan. Dan pada akhirnya, semua – usaha yang seharusnya dilakukan – itu telah menemani catatan sejarah indah – yang sangat langka – ini. Sejarah indah yang telah menenggelamkan sejarah kelam dan buruk.

Itulah inti perjuangan yang harus digarisbawahi. Bukan hasil dan prestasi yang menjadi orientasi utama yang seharusnya didiskusikan, dibicarakan dan diperdebatkan; tetapi fokus dan hanya fokus serta terus berbenah pada metode dan cara atas segala ‘apa yang harus dilakukan‘ oleh anak-anak Adam. Karena kita hanyalah manusia, yang – sangat – diwajibkan untuk terus berusaha sekuat tenaga dengan akal, jiwa, raga, ilmu, kemampuan dan etos kerja berbasiskan sistem yang tertata kelola dengan sangat apik; dan – lalu – biarkan ALLAH dengan hakNYA memberikan hasil dan prestasi itu kepada kita. Dan, kesebelasan Indonesia under 19 dengan perangkat tim anak-anak muda nan brilian ini, serta seluruh perangkat tim pelatihnya, yang dikemas dalam sebuah sistem nan padu tanpa intervensi orang-orang tak bertanggungjawab; telah mampu menunjukkan itu, menunjukkan sebuah keniscayaan bahwa bersyaratlah untuk berprestasi – bukan berprestasi tanpa usaha dan pemenuhan syarat – harus menjadi orientasi utama semua insan manusia. Penuhilah – saja – semua ‘yang harus dilakukan‘ dengan benar dan sistemik; serta – pada akhirnya di level keikhlasan yang sangat tinggi – biarkanlah ALLAH menentukan hakNYA atas hasil dan prestasi itu. Karena, bersyarat dan mengoptimalkan semua usaha kita secara manusiawi berbasiskan kelogisan, adalah inti dari ibadah itu sendiri.

Selamat Indonesia, semoga ini semua terjaga keistiqomahannya, semoga ini membuka wahana berfikir kita; bahwa melakukan hal seoptimal mungkin untuk berprestasi, akan jauh lebih penting dari prestasi itu sendiri; karena prestasi bukanlah urusan kita (it’s not our business); prestasi hanyalah hak ALLAH yang akan diberikan kepada setiap kita yang DIA inginkan. Karena – pula, ketika proses dan segala hal yang dilakukan telah menjadi orientasi utamanya; tidak akan pernah ada pengagungan yang berlebih atas prestasi yang digapai, dan tidak akan pernah – pula – ada hujatan yang menyayat hati ketika kegagalan tidak berhasil direngkuh…

Alhamdulillah…

Rabu, 02 Oktober 2013

Berlin, Jepret... Jepret...


@Berlin, Germany

Bismillah…
Saat ini aku hanya ingin berbagi hasil jepretanku selama aku di Berlin. Ini kali kedua aku berada di kota yang ber-image seram – namun tidak seram lagi – ini. Aku menghabiskan kurang lebih sembilan jam di kota ini. Hanya untuk melihat-lihat dan mengabadikan beberapa momen dan sudut kotanya dengan menggunakan kamera DSLR ku; dimana, aku memulai aktivitasku dengan mengunjungi tempat makanan halal di sekitar kawasan Turmstraße, dan menyantap makanan bermenu ayam gorang nan renyah. Kebetulan, di saat aku berkunjung, di Berlin sedang ada perlombaan marathon dan sepatu roda; sehingga beberapa jalur bus dan metro (atau U bahn) sempat dialihkan, sehingga – pula – aku harus menyusuri beberapa tempat dengan berjalan kaki. Aku pun berhasil mengabadikan momen perlombaan bersepatu roda tersebut dengan menggunakan teknik blurring dan panning; sebuah teknik freeze objek berjalan, dimana background lain akan menjadi blur dibuatnya. Begitu juga dengan gerbang Brandenburg – yang terletak di antara Pariser Platz dan Platz des 18 März atau di sekitaran persimpangan Unter den Linden dan Ebertstraße – berhasil aku jepret gambarnya. Selain itu, Aku pun tidak luput mengabadikan beberapa gambar gedung yang ada di Potsdamer Platz, sebuah kawasan atau lapangan kota di tengah kota Berlin; dan juga gedung parlemen Reichstag, sebuah gedung bertuliskan Dem Deutschen Volke (Indonesia: Kepada Rakyat Jerman).

Brandenburger Tor
Mendung di atas Brandenburger Tor
Gedung Parlemen Reichstag
Potsdamer Platz
Sang Juara Blurring - Panning
Lagi, lagi dan lagi. Sebuah perjalanan mengasyikkan yang tidak pernah terbayangkan di alam pikirku ini. Sebuah perjalanan penuh hikmah. Sebuah perjalanan yang hanya bisa dibalas dengan syukur yang sangat. Bukan hanya syukur di ucap, namun pula syukur pada etos tindak harian kita. Terima kasih ya ALLAH atas semua indah ini…

Alhamdulillah…


Selasa, 01 Oktober 2013

Grenzlandmuseum, Museum Tapal Batas Jerman


@Duderstadt, Germany

Bismillah…

Cerita tentang Jerman Barat dan Timur – dengan cukup gamblangnya – terjawab sudah pada akhirnya; setelah aku mengunjungi museum Grenzlandmuseum di daerah Duderstadt, Jerman; sebuah kota bernuansa tua pada jarak sekitar 30 kilometer arah timur dari kota Göttingen. Awalnya, aku mengira bahwa Brandenburger Tor (Gerbang Brandenburg) yang berada di Berlin adalah simbol atau gerbang tapal batas antara Jerman Barat dan Timur; secara de jure betul, bahwa sisi barat tembok berlin adalah termasuk otoritas Jerman Barat dan sisi timurnya adalah masuk otoritas Jerman Timur, dimana tujuan pendirian tembok Berlin itu sendiri untuk memisahkan bagian Jerman yang dikontrol oleh Soviet dan oleh negara-negara barat; namun, secara de facto, sebenarnya seluruh kota Berlin itu sendiri berada di wilayah Jerman Timur, yang secara teknis termasuk daerah okupasi Soviet. Jerman itu sendiri sebelumnya terkoyak wilayahnya menjadi empat bagian okupasi; yaitu wilayah okupasi Soviet, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis (1945 – 1948); sedangkan pemisahan Jerman Barat dan Timur itu berlaku mulai tahun 1949; dan kembali melebur menjadi Jerman pada tahun 1990. Meleburnya dua kubu Jerman ini, ditandai dengan dibukanya kembali Gerbang Brandenburg oleh Helmut Kohl, Kanselir Jeman Barat pada waktu itu (tepatnya pada tanggal 22 Desember 1989).

Si Kota Tua Penuh Pesona
Sendiri di Kota Tua

Berjalan-jalan ke Museum Grenzlandmuseum dan kota Tua Duderstadt, membuat hasrat mengabadikan lewat kamera DSLR ku membuncah. Akhirnya aku berhasil mengelilingi pojok-pojok kota Duderstadt ini, dan berhasil membidik beberapa bagian kota tua ini.

Sekali lagi. Segala pujiku hanyalah untuk ALLAH semata, Tuhan segenap bumi dan langit serta segala yang ada di antaranya; atas seluruh nikmat yang berlimpah ini.

Alhamdulillah…