Jumat, 27 Desember 2013

Vienna, Cukup! Walau Hanya Empat Hari Tiga Malam

@Vienna, Austria

Bismillah...
Praha di Czech Republic dan Vienna di Austria, adalah dua kota yang berebut hati para pelancong dunia untuk menjadikan dirinya sebagai jantung Eropa. Syukurku tak terkira, bahwa aku telah diberangkatkan oleh ALLAH ke kota Praha pada beberapa bulan yang lalu; pun, syukurku kepada ALLAH terus aku semayamkan tanpa henti, karena – akhirnya – aku – pun – dilabuhkanNYA di kota cantik Vienna, Austria. Empat hari tiga malam aku berada di kota ini, telah cukup untuk menelusuri kota yang penuh dengan bangunan angkuh nan eksotis ini, yang – kadang – membuat decak atas kagum dari para pengunjungnya.

Menyebrang Jalan di Kota 'Mati Suri'

Membidik dan Dibidik Vienna

Aku hadir di kota Vienna ini bertepatan dengan hari-hari perayaan natal. Sehingga, membuat kota menjadi seperti kota mati – suri – saja; jika tidak ingin disebut ‘mati beneran’. Kendaraan dan moda transportasi umum – pun – tidak banyak yang hilir dan mudik. Begitu juga dengan tetokoan, banyak yang mengambil keputusan untuk tutup dan berlibur; kecuali beberapa resto yang setia melayani para pelancong dan turis dari berbagai negara tersebut. Beruntung sekali, masih ada beberapa resto halal yang masih beroperasi; sehingga aku tidak sempat kelaparan seperti yang aku alami di Zurich – Switzerland beberapa waktu lalu.

Terasa Agak Penuh Dekat Westbahnhof

St. Stephen’s Cathedral, Karlskirche, State Opera, Hofburg Palace dan masih banyak – lagi – lainnya; adalah berbagai tempat yang sempat aku kunjungi. Hanya dengan membeli tageskarte (tiket satu hari), aku bebas menelusuri setiap jengkal kota ini dengan menggunakan u-bahn, trem atau hanya sekedar berjalan kaki. Tak lupa juga aku mengunjungi pusat islam (islamic center) sekaligus masjid terbesar di Vienna. Berbincang dengan imam masjidnya, adalah hal yang sangat mengasyikan. Aku menjadi lebih tahu berapa banyak dan seperti apa kehidupan orang islam di negara ini; dan tentunya, oleh-oleh buku islam yang jumlahnya tidak sedikit, telah – berhasil – memenuhi tas koperku.

Lampion Merah di Sekitar Stephen's Cathedral
(Salah Satu Foto sebagai Juara II Kejuaraan Fotografi di Göttingen dengan tema Low Light Photography)

Pesta itu Telah Usai
(Salah Satu Foto sebagai Juara II Kejuaraan Fotografi di Göttingen dengan tema Low Light Photography)

Kegemaran berfotoku pun telah aku salurkan disini. Nuansa dan red view yang menjadi ornamen pelengkap gemerlap natal pun menambah meriah kota Vienna ini. Walau pun pasar natal telah usai, namun atribut-atributnya – tetap – mampu menyambut kedatanganku di kota ini dengan penuh suka dan cita.

Itulah sekelumit kata dari ku mengenai si cantik Vienna. Alhamdulillah dan guratan aksi nyata untuk kebajikan alam dan seisinya, adalah tuntutan berikutnya yang harus aku penuhi; dalam rangka mengoptimalkan rasa syukurku kepada ZAT yang telah menghadirkan ku disini, ALLAH Azza wa Jalla. Terima kasihku ya ALLAH atas semua ini. Terima kasih...


Alhamdulillah...

Kamis, 05 Desember 2013

Loh, Katanya Phobia...

@Göttingen, Germany

Bismillah...
Islamphobia terus dihembuskan oleh kaum yang tidak menginginkan Islam ada sebagai sebuah ideologi; baik ideologi individu, komunitas, apalagi bangsa atau negara. Kaum ini terus menyulutkan kebencian terhadap Islam dengan propaganda negatif akan Islam. Eropa, termasuk kawasan yang sangat terasa kental sekali kephobiaannya terhadap Islam.

Aku tidak akan sebutkan secara eksplisit mengenai berbagai jenis reaksi nyata sikap kephobiaan tersebut. Biarkan saja. Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu dari sisi lain, mengenai apa yang aku alami saja. Di Jerman, beberapa minggu ke depan ini akan – kembali – memasuki musim dingin. Musim dimana suhu udara bisa mencapai lima, sepuluh bahkan lima belas derajat celcius di bawah nol. Sangat dingin menusuk ari. Selain pula berasa malam terus-menerus, itu yang aku rasakan. Waktu gelap matahari – memang – lebih panjang. Bagi yang suka solat qiyamulail, kita – kadang masih – bisa melakukannya pada pukul 06.00, karena – bisa saja – waktu subuh akan masuk di pukul 06.30; itu pun – padahal – setelah waktu Jerman (secara keseluruhan disebut Western European Time Zone) kembali bergeser / berkurang 1 jam dari biasanya (di waktu winter perbedaan waktu Indonesia dengan Jerman menjadi 6 jam, tadinya 5 jam), karena berakhirnya waktu summer (atau istilahnya the end of daylight saving time). Sedangkan waktu maghrib datang lebih cepat, di pukul 16.20 bisa jadi waktu solat maghrib telah tiba.

Efek lain tentunya adalah cara berpakaian. Cara berpakaian ini, untuk kaum yang Islamphobia – pun – digadang-gadang – sehingga harus – menjadi masalah. Maklumlah, mereka ter-setting kepala dan jiwanya, agar membenci Islam dari berbagai aspek; agar Islam sebagai sebuah ideologi benar-benar harus tercabut sampai ke akar rumputnya. Lalu, bagaimana dengan Eropa pada musim dingin ini? Konon hijab – makanya dilarang karena – dianggap sebagai budaya Islam, maka harus tercabutkan. Kok, mereka sekarang berhijab ya? Bahkan telapak tangan pun, salah satu bagian yang boleh nampak pada seorang perempuan, tertutup dengan sangat rapatnya. Jangankan tatapan mata, atau ciuman hidung; kalau bisa udara pun tidak boleh menyentuh pori-pori badannya. Hanya muka saja yang masih nampak. Mereka – tidak hanya perempuan – benar-benar berpakaian syar’i pada winter ini.

Alasan logis? Bahkan hijab – dalam Islam – sebagai penutup aurat perempuan jauh lebih beralasan logis. Islam sangat mengagungkan kaum perempuan, karena perempuan adalah sekolah pertama bagi bangsa dan umat. Ibulah (perempuan) yang disebutkan pertama sampai tiga kali oleh Rasul untuk kita berbakti, sebelum rasul menyebut Bapak (laki-laki). Islam sangat menjaga kaum perempuan, dengan caranya yang sangat sempurna. Islam menjaga perempuan dari berbagai aspek, baik lahir maupun bathin. Bahkan sampai level terdetail sekali pun, yaitu menutup auratnya; dalam rangka menjaga setiap bagian jengkal fisik perempuan tersebut. Untuk hal ini, aku pernah mendengar sebuah percakapan – yang cukup menginspirasiku – pada sebuah film karya Dedi Mizwar, ketika seorang buta berbincang dengan seorang perempuan. Si Buta bertanya kepada perempuan tersebut, ‘Mba kok tidak menggunakan jilbab?’. Si Mba – yang memang tidak berjilbab – tersebut bertanya dalam heran, ‘Loh, dari  mana Bapak tahu bahwa saya tidak berjilbab? Sedang Bapak – maaf – tidak bisa melihat’. Lalu si Buta itu menjawab sambil berlalu, ‘Wangi rambutnya tercium Mba..’.

Itulah Islam. Sempurna, komprehensif dan sangat holistik. Hanya akal kita – kadang – tidak kita gunakan secara optimal untuk menalar, yang memungkinkan – naudzubillah min dzaik – akan terus menggerus kadar keimanannya. Padahal, akallah yang memungkinkan manusia berbeda dengan makhluk ALLAH lainnya. Padahal, akallah yang akan mengangkat kedudukan manusia-manusia beriman beberapa harkat.

Itulah Islam. Bahkan hijab telah ada dalam rencana terstruktur dan indah dari ALLAH. Walaupun alasannya karena musim dingin, tidak mengapa. Karena manusia butuh alasan logis untuk mengambil sebuah keputusan penting. Jadi biarkanlah musim winter ini menjadi alasan logis para penduduk Eropa untuk berhijab, walau dengan cara mereka sendiri. Loh, katanya phobia...


Alhamdulillah...

Bus yang Sopan dan Teratur

@Göttingen, Germany
Related article (klik disini)

Bismillah...
Suasana di Dalam Bus
Orang-orangnya begitu terkontaminasinya dengan minuman keras; karena – mungkin – bir telah menjadi minuman pokok kedua setelah wine; karena – pula – hampir setiap minggunya ada pesta bir di berbagai tempat yang dilegalkan oleh pemerintah setempat. Kebanyakan dari mereka pun telah meninggalkan kehidupan beragamanya, dan beralih menjadi tidak bertuhan, atau dalam bahasa kerenya atheis. Bahkan, sebagian dari mereka memiliki pola pikir tajam dan sangat terstruktur, namun hanya – mentok – sebatas pada kehidupan duniawi saja, tanpa pernah terpikirkan di kepalanya akan skenario akhirat. Namun, disini, di tempat yang masjid pun sulit untuk dijumpai, bus, yang menjadi salah satu moda transportasi dalam kotanya, terlihat sangat sopan dan teramat sangat teratur.

Ya. Sopan dan teratur... Setidaknya, itulah yang ada di relung kepalaku. Kok bisa ya? Padahal, kontaminasi negatif akan kehidupan nan fulgar telah menggerogoti hampir 100% pola kehidupan masyarakatnya. Nalar! Itulah jawabannya. Akal! Itulah jawabannya. Kota ini dibangun di atas pondasi sistem berdasarkan nalar atau akal manusia yang nyata. Aspek-aspek reaksi manusia terhadap manusia lain, lingkungan dan alam; berusaha diimplementasikan – seoptimal mungkin – dengan sangat logis dan masuk akalnya.

Anak-anak Kecil Belajar Baris Masuk ke Bus
Bus yang sopan dan teratur, inilah contoh yang ingin aku gorestintakan pada tulisan blog-ku kali ini. Bus-bus itu akan berhenti, di setiap lampu merah; menyerobot lampu merah adalah sebuah pelanggaran yang sangat luar biasa berat dan memalukan. Bus-bus itu akan menunggu, yaa menunggu; di saat ada penyebrang jalan yang sedang atau akan menyebrang melalui zebra cross di hadapannya; bukan sebaliknya, dimana penyebrang jalan yang harus tengok kanan dan kiri untuk menyebrang jalan; bahkan anak-anak kecil bisa dengan santainya menyebrang jalan dan lepas dari pengawasan orang tuanya, dan dengan penuh hormat bus-bus itu akan menunggu. Bus-bus itu akan mengikuti kayuhan pengendara sepeda di belakangnya, sampai bus tersebut berhenti di halte yang telah ditentukan; tidak lantas menyerobot sepeda tersebut dan menikungnya karena dia harus berhenti di halte. Bus-bus itu akan selalu on time datang dan pergi, sesuai dengan jadwal yang ditentukan, dan sampai ke halte berikutnya dengan sangat presisi waktu. Bus-bus itu memiliki fasilitas khusus untuk para manula dan orang-orang disabilitas; bahkan bus tersebut mampu menunduk (miring) dan mempersilahkan para manula dan orang-orang disabilitas untuk naik dan turun bus tersebut tanpa mengalami kesulitan; termasuk fasilitas tempat duduk bagi para manula dan orang-orang disabilitas tersebut, yang disesuaikan desainnya. Bahkan fasilitas khusus bagi pembawa dorongan bayi dan sepeda di dalam bus pun tersedia lengkap. Bus-bus itu dapat mengatur suhu ruangannya tetap stabil, tidak terpengaruh – sedikit pun – akan suhu musim summer atau winter. Satu hal yang pasti, bus-bus itu teradakan dikarenakan sebuah optimalitas nalar dan akal manusia yang kemudian diimplementasikan di atas sebuah sistem sebagai penjaga kekonsistensian dan keteraturannya.

Logis saja dulu, semua akan terasa nyaman. Logis saja dulu, semua akan terasa elegan. Logis saja dulu, semua akan terasa seimbang dan penuh ketaraturan pada akhirnya. Apalagi, setelah itu semuanya tersandarkan pada kelogisan yang islamis, ya sebuah kondisi logis islamis; dimana islam – diakuisisi – sebagai benteng controlling atas kebenaran pada kelogisan nalar dan akal yang diimplementasikan tersebut; sehingga, kelogisan nalar dan akal tersebut akan bermakna ganda di mata ALLAH pada akhirnya...


Alhamdulillah...