Selasa, 06 Oktober 2015

Hercules di Kassel



Ditdit Nugeraha Utama
@Kassel, Germany

Bismillah...
Berjalan bersama kolega dari departemen tempat saya melakukan penelitian, adalah sebuah pengelaman yang mengasyikan. Bukan hanya menghabiskan waktu dengan nongkrong-ngongkrong di restoran atau kaffe saja, tapi lebih dari “hanya“ itu. Kali ini kami singgah di Bergpark Wilhelmshöhe atau Wilhelmshöhe Mountainpark, di kota Kassel. Menariknya, landmark  Wilhelmshöhe seluas 2.4 kilometer persegi (atau 2.400 hektar) ini merupakan landmark yang didesain dengan sengaja oleh manusia, dari mulai aliran air sungainya (termasuk illuminated water art and artifical waterfall), tebing-tebing gunungnya yang tertata rapi dan simetris, monumen Hercules-nya, dan tata alam dan pepohonan di sekitarnya; selain tekstur dan pola tanah. Di puncak mountainpark ini terdapat sebuah patung atau monumen yang disebut dengan monumen Hercules (patung Hercules). Aliran air sungai yang mengalir dari monumen ini, jika ditarik garis lurus, akan tertuju langsung ke pusat kota Kassel (view towards Kassel). Konon, mountainpark ini mulai dibangun sekitar awal abad 17an, dalam waktu sekitar 150 tahun.

Aku tidak ingin menceritakan cerita landmark Wilhelmshöhe ini secara detail dengan kata-kata. Silakan saja menikmati beberapa hasil jepretan kameraku, namun sedikit disayangkan, ketika kami pergi kesana, bertepatan dengan musim gugur datang, dan menyebabkan langit sedikit mendung dan berkabut... [dnu]

Berdiskusi...
Reflection...
  

Tersembuny di balik pepohonan

Nuansa kuning, berguguran

Hercules bediri tegak di puncak bukit

Muka gua

Kastil tertutup kabut

Berdiri megah
 
Alhamdulillah...

Jumat, 03 Juli 2015

Dejavu Praha

Ditdit Nugeraha Utama
@Prague, Czech Rapublic

Bismillah...
Sepertinya aku pernah melakukannya. Menggunakan metro, menapaki jalan di antara gedung-gedung tua menjulang tinggi, mengambil beberapa photo sudut kota, atau hanya sekedar mencari makanan halal ke setiap pelosok kota. Ya aku sepertinya pernah melakukannya. Tentu. Aroma sama dua tahun yang lalu, aku rasakan lagi waktu ini. ALLAH telah menghadirkanku lagi di kota Praha ini.

Charles bridge dari sisi dalam

Tentu pada kesempatan dan misi berbeda, aku ber-dejavu di kota Praha ini. Waktu ini, misiku adalah menyampaikan update terakhir pekerjaanku selama tiga tahun ke para saintis seluruh dunia. Aku sangat gembira, karena respon mereka begitu antusias atas pekerjaanku tersebut. Bukan, ini bukan karena aku. Sama sekali bukan karena aku. ALLAH, DIAlah yang memungkinkan semua ini terjadi.

Charles bridge dari sisi luar

Satu minggu aku berada di kota ini, di waktu yang sempit, aku tetap menyempatkan untuk meng-klik-kan kamera DSLRku. Beberapa photo sudut kota eksotis ini berhasil aku abadikan. Inilah dejavu Prahaku. Praha, yang pernah aku kunjungi, aku coba untuk siratkan kembali dalam rangkaian gambar-gambar klasik DSLRku... [dnu]

Alhamdulillah...

Lorong kota praha dengan penuh warna

Old town square klasik, sangat padat pengunjung

National museum, berdiri dengan sangat kokohnya

Rabu, 18 Maret 2015

Tasku hilang, tasku kembali...

Ditdit Nugeraha Utama
@Göttingen, Germany

Bismillah...
Kaget bukan main, ketika aku sadar bahwa aku tidak sedang menggendong tasku yang selama perjalanan ini aku gendong. Kemana tasku? Kemana tasku? Teriakku dalam bahasa Inggris dan Jerman. Seisi bus semua menoleh ke arah ku. Tak satu orang pun melihat tasku tersebut. Aku benar-benar kehilangan tasku hari ini...

Tidak ada uang di dalamnya. Yang ada hanya beberapa kartu bank Indonesia, dan bahan makanan yang baru aku beli. Dan yang terpenting, kartu identitasku: passport dan resident permit card; ada di dalamnya! Apa yang harus aku lakukan?

Aku berusaha tenang, walau pun memang jauh dari rasa tenang. Aku coba melapor ke perusahaan manajemen bus pengelola bus kota di Göttingen ini. Aku ceritakan isi dan ciri-ciri tasku; tanpa aku tahu, apakah aku menginggalkan tasku di dalam bus sebelumnya, atau aku tinggalkan di halte ketika aku transit menunggu bus berikutnya, atau memang ada pencopet di kota ini. Aku benar-benar tidak tahu pasti. Petugas manajemen bus tidak membuat laporan apa pun, hanya mengingat ciri-ciri tasku dari cerita panikku, dan menulis nomor telepon yang dapat ia hubungi. Si petugas sama sekali tidak tampak panik, sepertinya ia sangat yakin 100% bahwa tasku akan kembali dan berhasil ditemukan.

Esok harinya aku melaporkan kehilangan tasku ke polisi. Polisi berusaha mengontak kantor properti kota yang biasa menjadi pool setiap jenis properti yang hilang di kota ini. Namun nihil. Karena lebih dari 24 jam, polisi menyimpulkan bahwa tasku dicuri orang. Karena biasanya, semua tas hilang yang ditemukan orang di kota ini, akan dibawa ke kantor properti kota tersebut. Lalu, polisi mendata informasi kehilangan tasku.

Hari berikutnya, alhamdulillah. Petugas dari kantor manajemen bus meneleponku. Tasku berhasil ditemukan seseorang! Walaupun tasku dalam kondisi yang bau karena busuknya beberapa bahan makanan yang aku simpan di dalamnya, tentulah aku – tetap – sangat bersyukur bahwa tasku kembali. Alhamdulillah....

Cerita ini benar-benar aku alami. Sangat luar biasa. Di antara jutaan penduduk kota, di tengah-tengah luasnya kota; sistem kota memungkinkan para penduduknya benar-benar pemegang amanah sejati. Tanpa berpikir panjang, kusematkan jargon “kota amanah“ untuk kota Göttingen ini. Indonesia, bisakah kita membangun kota seperti ini?... [dnu]

Alhamdulillah...

Kamis, 26 Februari 2015

Kakek-kakek ‘sok‘ mandiri

Ditdit Nugeraha Utama
@Göttingen, Germany

Bismillah...
Seperti biasa, untuk bepergian ke kampus atau ke centrum, aku selalu menggunakan bus kota. Semenjak Semesterticket diberlakukan untuk menggratiskan penggunaan bus di kota ini, bus kota yang biasanya sepi penumpang, sekarang relatif terasa penuh, khususnya di jam-jam tertentu.

Hari ini pun aku naik bus dari centrum menuju ke apartemenku. Bus kali ini terasa tidak begitu penuh, walau ada beberapa orang yang memilih untuk berdiri, karena tempat duduk sudah banyak terisi penumpang lainnya. Di sebuah halte bus, di area Markt, ada seseorang tua (kakek-kakek), dengan langkah yang bergetar, tongkat yang menyangga tubuhnya, dan punggung yang sudah bungkuk, berusaha untuk menaiki bus ini. Seperti biasa, bus mencoba untuk membungkukkan badan, dengan miring ke arah kanan, untuk membantu manula atau orang-orang disable lainnya untuk menaiki bus.

Dengan susah payah, si kakek itu berhasil naik bus. Bus tidak mau kompromi, tidak sedikit pun melambatkan lajunya, karena memang tanggung jawab on time untuk sampe halte berikutnya adalah sesuatu yang dijunjung tinggi di negara ini. Si kakek begitu sulit untuk berdiri. Berusaha untuk pegang sana dan pegang sini. Dan, tidak ada satu orang anak muda pun, yang mempersilahkan tempat duduknya untuk diberikan ke si kakek tersebut.

‘Inisiatif orang timur‘ku muncul. Aku berdiri, dan mempersilahkan si kakek untuk duduk. Sitzen Sie bitte, aku mempersilahkan si kakek untuk menduduki tempat dudukku. Lalu, apa yang kakek-kakek itu katakan. Nicht, kein problem, danke schön, das ist deins. Si kakek tidak mau duduk, dia bilang terima kasih dan itu adalah milikku (maksudnya tempat dudukku).

Seperti itulah disini. Tingkat kemandirian orang-orangnya sangat luar biasa. Jangan pernah kita menolong orang yang kita temui – yang sedang kesusahan sekali pun – di jalan, jika memang dia benar-benar tidak memintanya. Kemandirian dan berusaha sekuat tenaga berdiri di atas kakinya sendiri, itulah si kakek yang ‘sok‘ mandiri itu...

Alhamdulillah...

Jumat, 16 Januari 2015

Keteladanan Kecil Bernilai Besar


Ditdit Nugeraha Utama
@Göttingen, Germany

Bismillah...
Hari ini aku jalan untuk melepas penatku ke centrum. Ada sebuah scene menarik yang aku temui. Aku coba share di tulisanku kali ini. Singkat cerita seperti ini. Aku sedang menunggu bus bernomor 41 atau 42 yang langsung menuju apartemenku dari centrum ini. Display layar jadwal bus di halte, bus nomor 42 tertulis berdampingan dengan angka 7. Artinya, bus nomor 42 yang aku tunggu akan datang sekitar 7 menit lagi. Biasanya bus-bus disini datang sangat tepat waktu, kalau pun ada keterlambatan, mungkin hanya 1-2 menit; itu pun – kadang – dikarenakan bus tersebut tidak menyalip sepeda yang sedang orang kayuh, dan bus tersebut harus membuntuti sepeda itu di belakangnya, sampai di halte.

Selagi menunggu, aku melihat ada seorang mahasiswi dengan satu tas di punggungnya dan buku / map di tangan kirinya. Mahasiswi tersebut nampak membawa makanan sejenis roti isi di tangan kanannya. Tepat di halte bus, ia memulai untuk memakan roti yang ia bawa itu. Aku melihat, ia makan dengan cukup kerepotan dan sedikit nampak agak terburu-buru, mungkin karena bus yang akan ia naiki akan segera datang, sehingga ia harus memakan roti, yang – mungkin – adalah makan siangnya, dengan sedikit agak tergesa.

Aku tidak sengaja memperhatikan scene itu. Karena sikap kerepotannya itu, pastilah membuat orang-orang yang ada di sekitarnya, yang sebagian sedang menunggu bus, pun – tanpa diperintah – memperhatikannya. Lahap benar makannya, namun satu dua tiga potongan kecil, bahkan sangat kecil, dari roti yang ia makan jatuh ke trotoar. Tentu tidak nampak dan tidak terlihat, karena potongan roti yang terjatuh itu ukurannya pun sangat kecil dan hanya beberapa saja. Lagian, trotoarnya bukanlah trotoar yang klimis, tidak begitu bersih-bersih amat juga.

Namun, apa yang terjadi. Ia menghabiskan makan siangnya secepat kilat, dan kemudian ia menggunakan tisu roti tersebut untuk memunguti sampah. Ya, memunguti sampah yang diakibatkan karena potongan kecil roti yang ia makan tadi. Subhanallah...

Mungkin untuk sebagian orang, penggalan adegan ini tidaklah ada nilainya sama sekali; namun bagiku sangat luar biasa. Si bule ini, untuk kasus ini, ia mampu menempatkan nilai manusianya dengan sangat tepat. Jangankan membuang sampah, puntung rokok, plastik permen, atau lainnya, dengan sembarangan; potongan roti kecil yang diakibatkan ulahnya – yang tanpa sengaja – itu pun ia pungut kembali, dan membuangnya di tempat sampah yang tersedia. Sebuah penggalan adegan film yang membuat pikirku menerawang jauh ke bumi Indonesia. Hmmm... Apa kabar Indonesia ya?

Tak lama kemudian, bus yang ia tunggu pun datang, dan berlalulah ia. Itulah sepenggal cerita yang aku bisa capture siang hari ini, di centrumnya kota kecil Göttingen ini. Menjadi pelajaran bagi kita semua, itu sudah pasti. Menebar sekecil apa pun kebajikan, haruslah menjadi sebuah keniscayaan atas hadirnya kita di muka bumi ini...

Alhamdulillah...