Jumat, 12 Juli 2013

Keteladanan Kecil di Tengah Phobia Besar


@Göttingen, Germany

Bismillah…
"Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) ALLAH dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat ALLAH" (Q.S. Al-Ahzab[33]: 21)

Aku duduk di samping perempuan Turki berjilbab di sebuah bus menuju centrum. Di dua bangku depan yang menghadap kami, anak laki-lakinya - yang kira-kira berumur tiga atau empat tahun – duduk menghadap ibunya dengan manis; sambil memegang es krim di tangan kanannya. Di sebelahnya, duduk seorang ibu-ibu bule separuh baya.

Selang tak berapa lama, es krim yang dimakan si anak kecil lucu ini menetes – hanya setetes kecil – dan mengenai tas kain si ibu-ibu bule yang duduk di samping sebelah kanannya. Si perempuan Turki ini spontan mengeluarkan saputangan dari tasnya, dan menuangkan sedikit – asal basah – air mineral di atas sapu tangan tersebut. Lalu sepintas mata, perempuan itu meminta maaf atas ulah si anak kecilnya itu; sembari membersihkan cipratan es krim strawberry – yang hanya setetes itu – yang dimakan si anak kecil berhidung mancung tersebut.

Ibu-ibu bule hanya tersenyum, sambil berujar ‘keine problem’ (tidak masalah), dan membiarkan tas kainnya dibersihkan perempuan Turki yang merasa sangat bersalah tersebut; lalu ibu bule ini pun – malah – mencium lembut kepala si anak tersebut. Sebuah cuplikan scene teladan luhur yang ditunjukkan oleh seorang perempuan muslim di tengah-tengah phobia masyarakat eropa atas umat Islam.

Aku menjadi teringat dan alam lamunku menerawang jauh ke enam belas tujuh belas abad yang telah silam, bahwa Islam dikembangkan oleh Rasul dengan kharisma dan keteladanan yang sangat agung. Islam menyebar ke seantero dunia dengan keteladanan yang luhur yang Rasul contohkan; yang Rasul contohkan bukan hanya pada ibadah ritualnya semata, namun seluruh aspek berkehidupan ibadahnya yang berdimensi sangat luas, yang telah tersajikan jelas pada sunnah-sunnahnya. Islam tidaklah disebarkan lewat perang atau agresi militer. Islam tidak mengenal kekerasan; namun Islam pantang surut ke belakang – walau hanya satu hasta – jika musuh menghadang. Kekuatan militer Islam – waktu itu – hanyalah dipergunakan untuk pertahanan, bukan untuk penghancurleburan; terbukti bahwa peperangan yang terjadi di jaman Rasul, pada umumnya terjadi di dalam kota di mana umat Islam berdomisili; secara akal, tidak mungkin jika Islam menyerang, secara logika pula, umat islamlah yang diserang. Namun ketegasan adalah karakter militansi umat Islam. Karena, terkadang kita butuh ketegasan yang nyata, untuk menggoreskan garis furqon pembeda atas akidah yang diyakini; dalam rangka menegakkan kebenaran hakiki ILLAHI.

Alhamdulillah…

4 komentar:

  1. sungguh, sebaik-baiknya seseorang yang harus kita contoh adalah Rasulullah, beliau mengajarkan keseluruhan aspek di dalam hidup.

    Terima Kasih sudah mengingatkan Pak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mam, Rasul itu menyampaikan keteladanan luhur akan Islam tidak hanya di ucap, namun juga di laku dan tingkah nyata... Menegakkan kebenaran melalui kerendahhatian, bukan melalui kerendahdirian...

      Hapus