Senin, 05 Agustus 2013

Perintah di Benua Biru


@Göttingen, Germany
Materi ringkas Tausyiah di acara Buka Bersama Pengajian KALAM Göttingen (klik disini)

Bismillah…
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A., dari Nabi SAW, beliau bersabda, ”Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Puasa itu untukKU, dan AKU yang akan memberikan ganjarannya, disebabkan seseorang menahan syahwatnya dan makannya serta minumnya karena-KU, dan puasa itu adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan, yaitu kebahagian saat berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi ALLAH, daripada bau minyak misk/kesturi’ ” (HR. Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Malik, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah).

Ada rasa yang berbeda di Ramadhan tahun ini, apa pun itu sangat aku syukuri. Ada rasa yang lain dari biasanya di Ramadhan tahun ini, apa pun itu sangat aku syukuri. Ternyata, puasa di summer di benua biru ini lah penyebab perbedaan itu. Aku harus berpuasa disini lebih dari sembilan belas jam lamanya, di cuaca yang cukup ekstrim – kadang dingin atau sangat panas, di lingkungan tanpa tanda kehidupan bernuansa islam seperti yang terjadi di Indonesia. Namun apa pun itu, pasti akan sangat aku syukuri keberadaannya.

Berbagi Tausyiah di Acara Buka Bersama
Pengajian KALAM Göttingen (KALAM, 2013)

Ada rasa yang berbeda, itu yang aku rasakan. Sembilan belas jam aku harus menahan dahaga, namun tetaplah ada batasnya. Sembilan belas jam lamanya aku menahan lapar, namun tetaplah ada batasnya. Aku hanya membayangkan; bahwa, ada ribuan bahkan jutaan orang di luar sana merasakan hal yang sama; dahaga menyekik tenggorokkan dan lapar melilit perut. Bedanya, batas mereka untuk menahan dahaga dan lapar itu tidak pernah mereka tahu kapan akan berakhir. Mereka tidak pernah akan tahu kapan kerongkongannya lega karena segelas air teh manis, mereka pun tidak pernah mampu membayangkan kapan perutnya merasa kenyang oleh hanya segenggam roti gandum; bahkan – mungkin – mereka sudah lupa, bagaimana rasanya tidak haus dan kenyang. Aku hanya berkeyakinan di dalam hati, sangatlah tidak logis dan masuk akal; jika orang yang bersaum tidaklah memiliki kepekaan sosial yang sangat tinggi.

Berbagi Pengalam di Acara Buka Bersama
Pengajian KALAM Göttingen (KALAM, 2013)
Ada rasa yang berbeda, itu yang aku rasakan. Berbuka bersama – sesama warga Indonesia atau bersama dengan mereka dari berbagai jenis bangsa – setidaknya menjadi penyejuk di kegersangan ukuwah di bumi Jerman ini. Seperti ada tetes air sejuk di luasnya padang pasir. Terasa sangat, ada persamaan besar yang kadang kita lupakan, yang dapat mengikat kita tetap padu. Terasa amat, ada persamaan arah rel perjuangan yang kadang kita lupakan, yang tetap mengikat kita tetap satu. Walau memang, berbagai kondisi alamiah atau buatan manusia tanpa hati, selalu mencoba untuk menceraiberaikannya. Persatuan tidaklah akan pernah hadir dengan cara sim-salabim, persatuan pun bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba; dia ada, karena imbas dari sebuah aksi sadar kita semua; sadar bahwa memang persatuan dan kesatuan harus diperjuangkan dengan sangat sistemik dan terstruktur, sadar bahwa kita memang diikat oleh ALLAH untuk menjalankan sunnah Rasul secara pribadi, komunitas, bangsa dan alam seutuhnya.

Berbagi Indahnya Kebersamaan di Acara Buka Bersama
Pengajian KALAM Göttingen (KALAM, 2013)

Ada rasa yang berbeda, itu yang aku rasakan. Menegakkan perintah saumNYA di benua biru memiliki cerita klasik yang spesifik adanya; klasik, karena banyak orang diberi kesempatan untuk menikmatinya; spesifik, karena setiap individu berbeda cara di dalam merasakannya. Untukku, aku hanya ingin menikmati setiap momen kesendirianku untuk terus mendekatkan diri kepada ALLAH. Aku hanya berusaha untuk mengikhlaskan diri di dalam mengerjakan semua hal yang seharusnya aku kerjakan disini semaksimal aku bisa, sebagai kadar sadarku di dalam mengaplikasikan rasa syukurku kepadaNYA. Karena, ketika ALLAH menerbangkanku belasan ribu kilometer dari Indonesia; aku sangat yakin bahwa ada skenario besar ALLAH di balik ini semua. Jadi, tidaklah cukup buatku untuk hanya berujar syukur alhamdulillah saja untuk mensikapi semua kenikmatanNYA. Tidaklah cukup buatku hanya untuk menikmati semua bergunung gemunung anugrah pemberianNYA di dalam hati. Kalau hanya syukur di lisan dan keyakinan di hati saja yang aku lakukan, dalam rangka bersyukur kepada ALLAH; lantas buat apa ALLAH jauh-jauh menerbangkanku belasan ribu kilometer menjauh dari Indonesia menuju ke benua biru ini. Pastilah ada tuntutan lebih nan besar setelah ini, sebuah tuntutan untuk memberikan terbaik ke sebanyak-banyaknya orang, sebuah tuntutan untuk melibatkan diri dengan sangat sadar dalam menegakkan kebenaran kalimat ALLAH, dan – tentu – beribu hal lainnya atas usaha optimalku pada peran yang terpilihkanNYA untukku.

Ada rasa yang berbeda, itu yang aku rasakan. Apa pun itu ya ALLAH, terima kasih atas semua rasa – perintah di benua biru – nan indah ini…

Alhamdulillah…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar